Suku Tengger, Suku Damai dan Tak Kenal Kasta

Penduduk Tengger tinggal di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Malang.

Wong Tengger konon merupakan keturunan terakhir peradaban Majapahit yang hidup pada masa lampau. Berdasarkan mitos atau mitos yang muncul di kalangan suku yang hidup di kerajaan Pasuruan, Lumajang, Probolinggo dan Malang, mereka adalah keturunan dari keturunan Roro Anteng dan Joko Seger.

Roro Anteng adalah putri Prabu Brawijaya sedangkan Joko Seger adalah putra Brahmana. Nama Tengger juga merupakan gabungan dari nama pria dan wanita ini.

Dari teori bahwa jika mereka berasal dari suku yang sama yaitu Roro Anteng dan Joko Seger maka Suku Tengger tidak mengenal golongan tersebut. Seseorang memiliki status dan derajat yang sama dengan cucu. Hal ini paling terlihat dalam bahasa sehari-hari yang mereka gunakan.

Bagaimanapun, itu adalah perbedaan besar antara muda dan tua. Misalnya, bahasa digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang seusia dan tata bahasa digunakan saat berbicara dengan orang dewasa.

Seperti orang Linese, mayoritas orang Togo juga beragama Hindu. Bedanya, jika orang Linese menganut Hindu Dharma, orang Portugis menerima agama Hindu Mahayana. Namun, prinsip yang mereka yakini hampir sama. Terutama, dengan keyakinan jika karma itu ada.

Keyakinan akan karma ini membuat mereka menjadi orang yang selalu berusaha berjalan di jalan yang benar. Mereka percaya bahwa apa pun yang mereka lakukan akan berubah menjadi lebih baik atau lebih buruk bagi anak dan cucu mereka.

Jika mereka mencuri, suatu hari harta mereka akan hilang. Hal yang sama berlaku dalam hal menyakiti orang lain. Suatu hari mereka akan membayar karma. Mereka akan menggantikan luka orang lain.

Ajaran Hindu tentang ajaran karma ini membuat masyarakat Tengger berusaha untuk hidup jujur ​​dan menghindari kecemburuan. Selain itu, orang Inggris juga suka bekerja keras dan ramah. Yang terpenting, mereka suka hidup rukun dan cinta damai.

Seiring dengan perkembangan zaman dan budaya, Wong Tengger terus menganut agama lain. Beberapa orang Togo juga beragama Islam, Kristen, Katolik, dan Buddha.

Suku Tengger – Percaya Dukun Adat dan Sesepuh

Orang Togo dikenal karena kepercayaan mereka yang kuat pada dukun. Angka unik ini dianggap tidak mampu mengobati berbagai penyakit. Dukun juga diyakini memiliki kemampuan untuk memecahkan berbagai masalah sosial.

Dalam hal dukun sebagai penyembuh, kemampuan dukun dalam melafalkan kata-kata mantra kuno dianggap sebagai jembatan antara masyarakat luas dengan Sang Hyang Widhi yang mereka sembah.

Itulah sebabnya mereka terus-menerus menghasilkan dukun dalam berbagai ritual dan upacara yang penting bagi masyarakat. Sekedar diketahui, Festival Kasodo (Dua Belas Bulan), Pujan Kapat (Bulan Keempat), Pujan Kapitu (Tujuh Bulan), Pujan Kawolu (Delapan Bulan), Pujan Kasangan (Sembilan Bulan), Festival Unan-unan (festival lima tahunan), lewet , dan organisasi.

Tidak semua Wong Tenger bisa menjadi dukun atau dukun. Mereka harus bisa melewati beberapa tes dari tetua adat seperti spelling check.

Setelah mereka pergi, para dukun ini akan menemani para tetua adat untuk memimpin berbagai upacara. Biasanya tes dukun atau tabib muda diadakan sebelum Festival Kasada.

Suku Tengger – Festival Kasada, Selalu Dinantikan Wisatawan

Yadnya Kasada atau lebih dikenal dengan Kasodo. Festival ini merupakan pemandangan unik yang selalu ditunggu oleh wisatawan dunia. Karena Kasodo hanya dipraktekkan oleh masyarakat Hindu di daerah Tengger.

Kasada adalah ritual permintaan maaf kepada Brahma. Dalam perayaan ini, ras Tenger sangat kompak. Dari anak-anak hingga orang dewasa membuat kurban yang disematkan di lobang Gunung Bromo. Pengorbanan dapat dilakukan melalui persembahan makanan, hewan peliharaan, uang dan pakaian.

Dalam festival Kasada, sesajen yang digunakan memiliki dua poin utama, kepala bungkah dan kepala gantung. Bagi sebagian orang dengan permintaan khusus, mereka diharuskan membawa ayam atau kambing sebagai persembahan.

Asal usul festival Kasodo terkait dengan nama suku Tengger itu sendiri. Asal kata nama Tengger yaitu dari nama Roro Anteng dan Joko Seger. Ini berasal dari “anteng” dan ger dalam “Seger”. Festival Kasada erat kaitannya dengan kisah Roro Anteng dan Joko Seger yang sangat ingin memiliki anak.

Akhirnya mereka meminta kepada Dewata agar memiliki 25 anak, permintaan mereka dikabulkan, namun dengan syarat anak ke-25 yang diberi nama Kusuma dipersembahkan untuk Raja Brahma (Bromo).

Tumbuh dewasa, Kusuma, putra Roro Anteng dan Joko Seger, terjun ke jurang Gunung Bromo dan meminta saudara-saudaranya untuk mempersembahkan kurban pada bulan ke 10 (tahun Saka), sebulan penuh Gunung Bromo. Festival tersebut menjadi awal dari festival Kasada.

Suku Tengger-Karo, Didesain untuk Liburan

Bagi masyarakat Togo, Karo adalah hari raya yang paling dinanti. Ini adalah hari libur besar bagi mereka. Operasi dilakukan setelah Tahun Baru.

Ada norma budaya. Nah, secara khusus, tradisi ini dipimpin oleh “Ratu”. Wanita yang disebut oleh masyarakat Tengger bukanlah wanita. Tapi itu merujuk pada seorang pemimpin yang memimpin doa. Ada juga yang menyebutnya Dukun. Wanita di sini adalah seorang pria.

Rangkaian acara Karo meliputi; menghasilkan pawai, kesenian tradisional seperti tari Karo disebut tari Sodor. Dilanjutkan dengan kunjungan ke rumah tetangga dan kerabat. Acara budaya ini ditujukan sekaligus sebagai unjuk rasa suku Tenger.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *