Cara Suku Sunda Masuk Surga Sebelum Masa Islam

Desa Baduy terletak di tanah Sunda, tepat di Kabupaten Lebak, Banten. Meski sejak awal Sunda sangat mirip dengan Islam, namun tampaknya ada kepercayaan nenek moyang yang masih dilestarikan di beberapa pelosok Sunda. Salah satunya di Baduy Dalam. Sistem religi yang masih dianut oleh banyak masyarakat Baduy adalah Sunda Wiwitan.

Mungkin Anda belum terlalu familiar dengan kepercayaan Sunda Wiwitan. Masuk akal jika kita melihat bahwa pemerintah hanya mengakui 6 agama resmi di Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Sunda Wiwitan sendiri tidak diketahui keberadaannya.

Sunda Wiwitan adalah sistem kepercayaan yang dilestarikan pada nenek moyang orang Sunda sejak dahulu kala

Kepercayaan Sunda Wiwitan adalah pemujaan terhadap makhluk gaib dan roh leluhur yang biasa disebut animisme dan dinamisme. Wiwitan sendiri artinya sebagai pendahuluan. Oleh karena itu diyakini bahwa Sunda Wiwitan adalah ‘agama’ orang Sunda di masa lalu.

Namun, Sunda Wiwitan juga tidak bisa dipisahkan dari konsep tauhid karena adanya makhluk gaib yaitu Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Ada tiga macam alam dalam agama Sunda Wiwitan sebagaimana disebutkan dalam cerita rakyat masyarakat Kanekes:

  1. Buana Larang: neraka berada dibawah
  2. Buana Panca Tengah: habitat manusia dan makhluk lainnya, di tengah
  3. Buana Nyungcung : Kediaman Sang Hyang Kersa, di atas

Konsep ini mirip dengan langit, bumi, dan neraka. Konsep ini hadir di banyak agama di dunia.
Tradisi ‘keyakinan’ Sunda Wiwitan apa yang dianut masyarakat Baduy? Apakah sama atau mirip dengan agama lain?

“Ibadah orang Baduy adalah pemujaan akhlak. Jadi ibadah itu ada di hati dan menjadi perbuatan,” kata Pak Ardi, warga Cibeo, Baduy Dalam.

Selain akhlak, masyarakat Baduy juga berpuasa pada masa Kawalu. Mereka berpuasa selama 3 bulan sehari tanpa makan dan minum selama kurang lebih 24 jam, penduduk Baduy berpuasa mulai pukul 6 sore dan berpuasa pada pukul 4 sore keesokan harinya. Kemudian pada jam 6 puasa lagi. Masyarakat Baduy berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar tanah ini diberikan rasa aman, damai dan sejahtera.

“Ya seperti Islam, orang Baduy juga puasa. Tiga bulan saat Kawalu. Nanti setelah puasa ada hari libur seperti Lebaran,” tambah Pak Ardi.

Selama festival Kawalu, orang Baduy berdoa dengan khusyuk. Untuk itu, semua wisatawan dilarang memasuki kawasan Baduy Dalam yang tersebar di seluruh desa Cibeo, Cikawartana, dan Cikeusik. Kawalu biasanya diadakan di awal tahun sekitar bulan Februari hingga April. Jadi jangan berkunjung ke Baduy pada bulan-bulan tersebut.

Keyakinan ini telah diajarkan oleh agama Hindu dan Islam. Hinduisme terlihat pada dewa-dewa yang disembahnya. Sementara itu, Islam menyerbu dengan puasa dan ritual zaman yang mirip dengan Idul Fitri.
Sesepuh Baduy sendiri meminta pemerintah untuk mengisi kolom keagamaan di Sunda Wiwitan

“Kami berharap kepercayaan masyarakat Badui terhadap Sunda Wiwitan Diving diakui oleh pemerintah dan dicantumkan dalam KTP,” kata Ayah Mursid, tokoh adat Cibeo.Sistem keagamaan seperti Sunda Wiwitan belum disetujui oleh pemerintah.

Saat ini, hanya ada 6 agama resmi yang diakui secara hukum. Artinya kolom agama di KTP harus diisi dengan 6 agama yang dianut tersebut. Hal ini membuat seolah-olah mereka tidak memiliki agama. Seharusnya pemerintah secara resmi mengakui agama Sunda Wiwitan sebagai masyarakat Badui, warisan nenek moyang mereka.

Kami berharap ada wadah persatuan dan solusi dari pemerintah agar kepercayaan masyarakat Baduy dapat diterima tanpa membuat mereka merasa tidak beragama. Hal lain tentang Baduy, orang-orangnya sopan, lembut dan suka menolong. Sikap positif mereka mungkin karena ajaran Sunda Wiwitan yang menjadi pedoman hidup mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *