Mengenal Sejarah Masyarakat Sabu,Penghuni Nusantara Paling Selatan

Negerisatu.id – Kabupaten Sabu Raijua merupakan sebuah daerah yang baru berdiri pada tahun 2008 berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2008 tanggal 26 November 2008, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur dimana Kabupaten Sabu Raijua merupakan Kabupaten ke-21 di Provinsi Timur Nusa Tenggara. .

Seperti dilansir saburaijuakab.go.id, situs resmi pemerintah kabupaten Sabu Raijua, pulau Sabu juga dikenal dengan nama Sawu atau Sabu. Penduduk pulau sendiri menyebut pulau mereka Rai Hawu yang berarti Negara Hawu dan masyarakat Sabu sendiri menyebut diri mereka Do Hawu.

Nama resmi yang digunakan oleh pemerintah daerah adalah Sabu. Orang Sabu menjelaskan bahwa nama pulau tersebut berasal dari Hawu Ga, nama salah satu nenek moyang mereka yang diperkirakan baru pertama kali mengunjungi pulau tersebut.

Secara historis, nenek moyang orang Sabu berasal dari negeri yang jauh di sebelah barat Pulau Sabu. Pada abad ke-3 hingga ke-4 ada arus besar orang dari India Selatan ke Nusantara.

Langkah ini didorong oleh fakta bahwa pada saat itu ada perang panjang di India Selatan. Dari syair-syair kuno bahasa Sabu, dapat ditemukan informasi sejarah tentang negara asal nenek moyang Sabu.

Syair-syair tersebut mengungkapkan bahwa tanah alam orang Sabu sangat jauh dari laut barat, yang disebut Hura. India memiliki Kota Surat di distrik Gujarat Selatan dekat Kota Bombay, Teluk Cambay, India Selatan.

Kota Gujarat pada waktu itu sudah menjadi pusat komersial terkenal di India Selatan. Orang-orang Sabu tidak bisa mengucapkan kata-kata Surat dan Gujarati dengan benar, jadi mereka menyebutnya Hura.

Para imigran dari India Selatan ini adalah penduduk pertama Pulau Raijua di bawah kepemimpinan Kika Ga dan saudaranya Hawu Ga. Dalam situs resmi pemerintah daerah Sabu Raijua di atas disebutkan bahwa keturunan Kika Ga tidak disebut orang Sabu (Do Hawu). Setelah reuni, mereka menyebar ke pulau Sabu dan Raijua dan menjadi awal dari orang-orang Sabu.

Pembagian wilayah Sabu terjadi pada masa Wai Waka (generasi ke-18). Pembagian ini berdasarkan jumlah anak yang akan dibagi ke dalam wilayahnya, yaitu: Dara Wai mendapat Habba (Seba), Kole Wai mendapat Mehara (Mesara), Wara Wai mendapat Liae, Laki Wai. menemukan lokasi Dim (Tim). Dida Wai mendapat tempat Menia, Jaka Wai mendapat tempat Raijua.

Menurut situs tersebut, pembagian ini telah mengarah pada pembentukan komunitas suku, di mana unit keluarga terikat pada area perumahan tertentu.

Seiring berkembangnya kelompok tersebut, terbentuklah kelompok kecil bernama Udu yang dipimpin oleh Bangu Udu. Habba (Seba) ada 5 Udu yang akan dibagi lagi menjadi Kerogo-Kerogo. Sabu dan Raijua memiliki total 43 Udu dan 104 Kerogo. (VoN).

Menurut cerita para tetua adat, nenek moyang orang Sabu berasal dari negeri yang jauh di barat pulau Sabu. Pada abad ke-3 hingga ke-4 ada arus besar orang dari India Selatan ke Nusantara. Langkah ini didorong oleh fakta bahwa pada saat itu ada perang panjang di India Selatan. Dari syair-syair kuno bahasa Sabu, dapat ditemukan informasi sejarah tentang negara asal nenek moyang Sabu.

Syair-syair tersebut mengungkapkan bahwa tanah alam orang Sabu sangat jauh dari laut barat, yang disebut Hura. India memiliki Kota Surat di distrik Gujarat Selatan dekat Kota Bombay, Teluk Cambay, India Selatan. Kota Gujarat pada waktu itu sudah menjadi pusat komersial terkenal di India Selatan.

Orang Sabu tidak bisa mengucapkan/mengucapkan kata Surat dan Gujarat dengan benar, sehingga mereka menyebutnya dengan hura (huruf). Para pendatang dari India Selatan ini merupakan penghuni pertama pulau Raijua di bawah pimpinan Kika Ga By yang menunggangi kuda biru atau putih. Keturunan Kika tidak disebut orang Sabu (Do Hawu).

Menurut para ahli sejarah, sebelum pendatang dari India Selatan (Kika Ga dan anak buahnya), Nusantara sudah berpenduduk. Ras Austronesia sekitar 2000 SM. Lalu datang balapan Mongoloid, di seluruh Muangthai Malaysia Barat dan tersebar di seluruh Nusantara, sekitar 500 SM.

Pada abad ke-14 hingga awal abad ke-16, Majapahit berhasil menguasai dan menyatukan gugusan pulau. Majapahit adalah pemerintahan Hindu-Jawa. Namun, setiap pemerintahan di bawah kekuasaannya memiliki kemerdekaan yang paling luas untuk mengatur keluarganya dalam satu negara, yaitu tetap menerima kedaulatan Majapahit dengan memberikan upeti.

Sedikit bukti pengaruh Majapahit terhadap Sabu dapat dilihat sebagai berikut:

  1. Sebuah mitos (gambar) yang memberi penghormatan kepada raja Jepang. Maka tersiar kabar bahwa Raja Jepang dan istrinya tinggal di Ketita di Pulau Raijua dan Pulau Sabu.
  2. Setiap keluarga wajib memiliki babi yang sewaktu-waktu akan dikumpulkan untuk diberikan sebagai penghormatan kepada Raja Majapahit.
  3. Ada sebuah monumen untuk Raja Majapahit yang disebut Wowadu Maja dan Maja sehat di daerah Daihuli dekat Ketita.
  4. Setiap 6 tahun sekali ada festival yang diadakan oleh salah satu Udu Raijua, Udu Nadega bernama Ngalai yang menurut cerita dari para pendatang dari masyarakat Majapahit.
  5. Patung di atas anyaman kasur orang Sabu menggambarkan candi sebagai bukti pengaruh Hindu yang dibawa oleh Majapahit dan kapal, menggambarkan sekelompok kapal Kerajaan Majapahit.
  6. Di Kecamatan Mehara, ada sebuah desa bernama Tanajawa, yang diyakini sebagai kamp tentara Angkatan Laut Majapahit karena mereka melindungi diri dari badai saat penaklukan Sumpah Palapa “Maha Patih Gajah Topik”.
  7. Sementara itu di Kecamatan Mehara juga terdapat sebuah tempat bernama Molie yang konon berasal dari bahasa Jawa, yaitu. pulih, apa artinya “Mari kita pulang“(Bahasa Jawa). Dalam sejumlah laporan, nama itu konon berasal dari kata-kata para prajurit Jepang ketika mereka berkumpul untuk kembali ke kapal mereka setelah mempertahankan diri dari badai selama penaklukan. Beberapa pulau ini .
  8. Situs peninggalan Majapahit di Pulau Raijua, Kabupaten Raijua. Tempat ini diyakini oleh masyarakat Sabu sebagai gambaran Gadjah Mada pada masa pemerintahan Majapahit. Di situs tersebut terdapat sebuah rumah dan berbagai pakaian dan perlengkapan militer yang digunakan oleh Gadjah Mada dalam usahanya menyatukan Nusantara ke dalam Kerajaan Majapahit serta persawahan yang digunakan untuk melestarikan kehidupan sementara a dan Raijua.
  9. Kepergian Sabu dimulai ketika kontrak antara Sabu dan Belanda ditandatangani pada tahun 1756 (Perjanjian Paravicini). Diputuskan bahwa Sabu harus menyediakan pasukan bagi Belanda untuk pertahanannya di Kupang. Tujuan utama angkatan bersenjata ini adalah untuk melakukan ekspedisi militer yang serupa dengan Von Pluskow dari tahun 1758 hingga 1761. Pengetahuan orang Sabu di pengadilan militer digabungkan dengan keberanian mereka untuk memperluas keterlibatan mereka, termasuk ekspedisi tahun 1838 untuk mencegah orang Ende dari menyerbu Sumba untuk mencari budak. Migrasi orang Sabu ke Sumba yang diawali dengan hubungan perkawinan antara Raja Melolo di Sumba Timur dan Raja Sabu di Habba kemudian menjadi kota Sabu di Sumba Timur.’

Wabah beberapa penyakit melanda penduduk Sabu, termasuk cacar yang menewaskan orang pada tahun 1869, menyebabkan Sabu dan Raijua kehilangan sekitar seperenam dari jumlah mereka, k’hollow pada tahun 1874 dan terulang pada tahun 1888 yang sangat mengurangi populasi pulau-pulau Sabu dan Raijua. . Sekitar tahun 1925 penduduk Sabu mencapai puncak pertama mereka.

Fitur lain yang menarik dari sejarah Sabu adalah bahwa Kapten James Cook, penemu benua Australia, Kepulauan Hawaii dan orang pertama yang melakukan perjalanan keliling dan memetakan Selandia Baru, telah berhenti di Pulau Sabu. Dalam perjalanan ke Batavia pada tahun 1770, HM Bark Endeavour terdampar di Pulau Sabu karena kekurangan perbekalan. Kapten James Cook mendapat bantuan administrasi dari Gubernur Sabu saat itu, Raja Ama Doko Lomi Djara agar bisa berlayar kembali.

 

Sumber:  Dari Bergai Sumber

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *