Suku Baduy Larang Wisatawan Berkunjung

Negerisatu.id – Masyarakat Suku Baduy telah mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk menghapuskan situs budaya Baduy sebagai destinasi wisata dan menggantinya dengan situs warisan budaya tradisional. Keputusan itu diambil oleh Lembaga Adat Baduy dalam rapat di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.

Surat terbuka tersebut juga berisi permintaan kepada pemerintah untuk membantu membersihkan citra satelit dari mesin pencari Google atau mengubahnya menjadi kawasan terlarang. Ada beberapa alasan kenapa Baduy akhirnya meminta beberapa aplikasi tersebut.

Orang Badui ingin situs budaya mereka dihancurkan sebagai tujuan wisata di Indonesia. Penduduk asli Baduit prihatin dengan banyaknya aktivitas wisatawan, antara lain akibat pencemaran lingkungan. Diposting pada 6 Juli 2020. Surat itu juga di sidik jari oleh seorang tokoh adat. Surat tersebut telah diteruskan ke sejumlah cabang, antara lain Kementerian Pariwisata dan Pemerintah Kabupaten Lbeck serta Pemerintah Provinsi Banten.

Meski tidak menganut agama Islam, masyarakat Baduy Dalam tetap mengamalkan Kawalu. Kawalu merupakan puasa yang diadakan oleh warga Baduy Dalam yang diperingati tiga kali selama tiga bulan. Dalam puasa ini, masyarakat Baduy Dalam berdoa kepada Tuhan agar tanah ini diberikan rasa aman, damai dan sejahtera sehingga ketika tradisi Kawalu diingatkan pengunjung dilarang memasuki Baduy. Jika ada peminat, pengunjung biasanya bisa berkunjung ke Baduy Luar namun tidak bermalam.

Berikut kami rangkum lima alasan mengapa Suku Baduy saat ini enggan mengunjungi wisatawan:

  1. Aliran Kuat Teknik Modern Yang Dibawa Turis

Tempat parkir mobil di desa wisata Baduy. Senepe: Aditia Noviansyah / kumparan

Baduy melihat tantangan mengatasi arus perkembangan pariwisata modern saat ini dianggap terlalu berat bagi para pemimpin adat, untuk menerapkan norma budaya yang efektif. Hal ini, pada gilirannya, pada akhirnya menyebabkan para pemimpin adat khawatir akan runtuhnya nilai-nilai tradisional pada generasi berikutnya.

  1. Banyak Pedagang Dari Luar Baduy Akan Datang

Beberapa warga bekerja di Desa Baduy Luar, Lebak, Banten. Foto: Helmi Afandi / koil

Banyaknya pedagang yang masuk ke Baduy juga menjadi alasan masyarakat menginginkan kawasannya tetap ditutup. Saat ini semakin banyak pedagang dari luar Baduy yang masuk, terutama yang menjual produk makanan dan minuman kemasan plastik, sehingga menimbulkan masalah baru.

  1. Lingkungan Baduy Buruk Akibat Aksi Turis

Warga melintasi jembatan di kota Baduy Luar, Lebak, Banten. Foto: Helmi Afandi / koil

Tidak hanya pedagang, banyaknya wisatawan yang datang ke Baduy juga membuat banyak dari mereka yang mengabaikan dan melestarikan alam. Banyak sampah plastik yang akhirnya dibuang demi mencemari daerah Baduy Tropis.

Inilah yang pada akhirnya menyebabkan banyak perintah dan persyaratan adat mulai memburuk dan memburuk di persimpangan.

  1. Banyak turis diam-diam memotret Suku Baduy

Warga Baduy melewati desa Baduy Luar, Lebak, Banten. Foto: Helmi Afandi / koil

Semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke daerah Baduy akhirnya memunculkan berbagai destinasi di sana. Padahal, banyak kawasan di sekitar Baduy yang sudah ditebangi.

Oleh karena itu, masyarakat Baduy meminta agar foto-foto di daerah halus Baduy dihapus dan tidak beredar.

  1. Merusak Kedamaian Suku Baduy

Meluasnya pemanfaatan kawasan Baduy yang dipublikasikan di media sosial juga membuat masyarakat Baduy kecewa. Selain itu, situs umum Baduy Dalam sangat membatasi masuknya arus dan mudah dipasang.

“Kedamaian mereka hancur karena foto-foto Baduy lokal yang menggambarkan aktivitas sehari-hari mereka telah diposting secara online. Bahkan masyarakat bisa dengan mudah mencari informasi tentang Baduy secara online,” ujar Jaro Saidi, salah satu Commonwealth Supporter Baduy, Banten.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *