Suku Bentong, Suku Terasing di Pedalaman Barru

Sulawesi selatan merupakan asal dari suku Bentong. Suku ini tinggal di Bulo-Bulo, di Kecamatan Pujananting, Kabupaten Barru. Suku ini merupakan suku terasing, karena keberadaannya jauh dari perkotaan. Mereka lebih suka berkeliaran di hutan untuk mencari dan berburu kebutuhan hidup.

Sejarah Asal Usul Suku Bentong

Ada dua versi yang menjelaskan asal usul suku Bentong, yaitu:Mereka adalah keturunan dari putra Raja Tulang yang menikah dengan putri Raja Ternate.Menurut orang Bugis, suku Bentong merupakan keturunan campuran antara Bugis dan Singkong karena adanya kesamaan adat dan budaya suku Bentong dengan adat dan budaya suku Bugis dan Makassar.

Dahulu Suku Bentong merupakan bangsa yang nomaden, terus menerus mencari pemukiman baru, berkeliaran dan membuka ladang dengan cara menebang dan membakar bersama, serta membuka tempat berteduh sambil bercocok tanam di ladang.

Nama Bentong berasal dari bahasa yang digunakan dalam bahasa yang berbeda dengan bahasa orang Barru, orang Bugis. Dialek Bentong menggunakan gabungan beberapa bahasa kabupaten Sulawesi Selatan, yaitu Makassar, Konjo, Bugis dan Mandar. Arti kata Bentong sendiri dalam bahasa Indonesia berarti “cadel”.

Tradisi perkawinan masyarakat Bentong adalah endogami. Artinya, perkawinan dilakukan antara orang-orang dari kelompok yang sama. Mereka berpegang teguh pada hukum adat agar tidak kawin campur dengan orang di luar kelompoknya. Namun, ada kebijakan tersendiri bagi mereka yang ingin menikah di luar kelompok.

Artinya, jika ada laki-laki yang ingin menikahi perempuan di luar sukunya sendiri, maka laki-laki muda tersebut harus terlebih dahulu menikahi perempuan dari sukunya sendiri. Syarat perkawinan atau jenis pengantin, berupa ladang atau kain. Setelah pernikahan, mereka harus tinggal di rumah kerabat pasangan mereka selama beberapa tahun, setelah itu mereka diizinkan untuk tinggal di rumah mereka sendiri.

Sebagian besar suku Bentong menganut agama Islam. Hal ini terlihat dalam setiap acara budaya mereka yang banyak mengusung aspek keislaman. Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Bentong menganut sistem kepercayaan animisme dalam pemujaan roh leluhur dan benda-benda suci.

Mereka percaya bahwa pemujaan (arajang) akan membawa keselamatan dan harus dilakukan untuk menghindari kutukan. Benda-benda arajang, seperti keris, tombak, tameng, payung, dan sejenisnya, dilepas begitu saja untuk pemujaan pada saat pelantikan raja, pernikahan, bencana alam, dan acara penting lainnya.

Selain itu, ibadah juga dilakukan di Pantansa. Pantansa adalah sebuah rumah kecil berwarna kuning yang dipercaya sebagai simbol para dewa. Berbagai festival juga digelar, terutama pada saat pembagian benih padi dan saat musim panen di ladang mereka. Upacara ini didahului oleh peniti atau dukun sebagai perantara antara manusia dengan roh leluhur.

Mata pencaharian masyarakat suku Bentong terutama di bidang pertanian, perikanan dan berburu. Mereka memotong ladang di dekat hutan sekitar desa dengan menanam padi, kacang-kacangan, jagung, kelapa, dan sejumlah sayuran dan buah-buahan lainnya. Selain bertani, mereka juga berburu dan sebagian memilih bekerja sebagai nelayan.

Sistem Kepercayaan

Penduduk Bentong mayoritas beragama Islam. Hal ini terlihat dalam setiap acara budaya mereka yang banyak mengusung aspek keislaman. Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Bentong menganut sistem kepercayaan animisme dalam pemujaan roh leluhur dan benda-benda suci. Mereka percaya bahwa pemujaan (arajang) akan membawa keselamatan dan harus dilakukan untuk menghindari kutukan. Benda-benda arajang, seperti keris, tombak, tameng, payung, dan sejenisnya, dilepas begitu saja untuk pemujaan pada saat pelantikan raja, pernikahan, bencana alam, dan acara penting lainnya.

Selain itu, ibadah juga dilakukan di Pantansa. Pantansa adalah sebuah rumah kecil berwarna kuning yang dipercaya sebagai simbol para dewa. Berbagai festival juga digelar, terutama pada saat pembagian benih padi dan saat musim panen di ladang mereka. Upacara ini didahului oleh peniti atau dukun sebagai perantara antara manusia dengan roh leluhur.

Mata pencaharian

Mata pencaharian masyarakat suku Bentong terutama di bidang pertanian, perikanan dan berburu. Mereka memotong ladang di dekat hutan sekitar desa dengan menanam padi, kacang-kacangan, jagung, kelapa, dan sejumlah sayuran dan buah-buahan lainnya. Selain bertani, mereka juga berburu dan sebagian memilih bekerja sebagai nelayan.

Tradisi Pernikahan

Tradisi perkawinan masyarakat Bentong adalah endogami. Artinya, perkawinan dilakukan antara orang-orang dari kelompok yang sama. Mereka berpegang teguh pada hukum adat agar tidak kawin campur dengan orang di luar kelompoknya. Namun, ada kebijakan tersendiri bagi mereka yang ingin menikah di luar kelompok. Artinya, jika ada laki-laki yang ingin menikahi perempuan di luar sukunya sendiri, maka laki-laki muda tersebut harus terlebih dahulu menikahi perempuan dari sukunya sendiri. Syarat perkawinan atau jenis pengantin, berupa ladang atau kain. Setelah pernikahan, mereka harus tinggal di rumah kerabat pasangan mereka selama beberapa tahun, setelah itu mereka diizinkan untuk tinggal di rumah mereka sendiri.

Bahasa yang Dipakai Suku Betong

Nama Bentong berasal dari bahasa yang digunakan dalam bahasa yang berbeda dengan bahasa orang Barru, orang Bugis. Dialek Bentong menggunakan gabungan beberapa bahasa kabupaten Sulawesi Selatan, yaitu Makassar, Konjo, Bugis dan Mandar. Arti kata Bentong sendiri dalam bahasa Indonesia berarti “cadel”.

sumber; wikipedia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *